Welcome to My Blog

Welcome to My Blog

Rabu, 10 Agustus 2011

Misteri Lubang Hitam di Luar Angkasa

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/cd/Black_Hole_Milkyway.jpg/329px-Black_Hole_Milkyway.jpg
MISTERI lubang hitam yang bertebaran di angkasa lepas dikatakan menyamai konsep kejadian aneh yang terjadi di Segitiga Bermuda, apabila kapal atau kapal terbang yang melintasi kawasan perairan itu raib secara tiba-tiba.
Bagaimanapun, lubang hitam seumpama lubang gergasi, ukurannya lebih luas daripada matahari serta langit di angkasa menyedot apa saja yang mendekatinya termasuk planet. Malah kekuatan tarikannya menyebabkan cahaya yang tidak memilik kekuatan juga tidak mampu melepaskan diri.
Misteri yang menyelubungi kejadian lubang hitam itu bagaimanapun hanya mampu dikaji dari jauh lantaran kemampuan sains dan teknologi manusia nyata masih belum mampu membawa mereka menghampiri lubang itu.
Menggunakan teleskop dan pengamatan terhadap bintang yang disesuaikan pula dengan berbagai hukum fisik yang berada sekitar bumi, berbagai teori dikemukakan bagi mengisi kekosongan pada ruangan jawaban yang dicetuskan misteri alam itu.
Teori ini dipakai ahli astronomi adalah teori yang sama digunakan alat penyedot gas hampa – kekuatan lubang hitam terjadi berikutan tarikan gravitasi dalam lubang itu adalah kuat berbanding dengan tarikan sekelilingnya. Justru, apa saja yang menghampirinya akan disedot.
Bagaimanapun, kekuatan gravitasinya ‘luar biasa’ dan amat dahsyat. Dikatakan jika kekuatan gravitasi itu wujud di bumi, ia akan menjadikan ukuran  planet ini menjadi sekecil bola yang berjejari sekitar satu sentimeter.
Teori lobang hitam sebenarnya dikemukakan lebih 200 tahun lalu. Pada 1783, ilmuwan Barat, John Mitchell mencetuskan teori mengenai kemungkinan wujudnya lubang hitam selepas beliau meneliti teori graviti Isaac Newton.
Beliau berpendapat jika objek yang dilemparkan tegak lurus ke atas akan terlepas dari pengaruh gravitasi bumi selepas mencapai kejahuan lebih 11 kilometer perdetik, maka tentu ada planet atau bintang lain yang memiliki gravitasi lebih besar daripada bumi.
Bagaimanapun, perkataan ‘lubang hitam’ pertama kali digunakan ahli fisika Amerika Syarikat, John Archibald Wheeler pada 1968. Wheeler memberi nama tersebut  karena lubang hitam tidak dapat dilihat, cahaya turut ditarik ke dalamnya sehingga kawasan sekitarnya menjadi gelap.
Menurut teori evolusi bintang, asal lubang hitam adalah sejenis bintang biru yang memiliki suhu permukaan melebihi 25,000 darajat Celcius. Ketika pembakaran hidrogen di bintang biru yang memakan waktu kira-kira 10 juta tahun selesai, ia menjadi bintang biru raksasa.
Kemudian, bintang itu menjadi dingin dan bertukar kepada bintang merah raksasa. Dalam fase itulah, akibat tarikan gravitasinya sendiri, bintang merah raksasa mengalami ledakan dahsyat atau disebut Supernova dan menghasilkan dua jenis bintang iaitu bintang Netron dan lubang hitam.
Pengamatan dari teleskop sinar-X ruang angkasa selama lebih dari satu dekade, menunjukkan kekuatan tarikan gravitasi lubang itu menyebabkan ada bintang yang hancur dan ditelan olehnya.
Sebelum ini, ahli astronomi sudah melihat bagaimana lubang hitam menyedot gas yang berterbangan di sekitarnya. Gas yang disedot itu menjadi panas sehingga memancarkan radiasi dalam berbagai panjang gelombang, mulai daripada gelombang radio hingga gelombang cahaya tampak dan sinar-X.
Berdasarkan pengamatan, ahli astronomi dari Max Planck Institute for Extraterrestrial Physics, Jerman, pernah melihat sebuah bintang yang mendekati lubang hitam raksasa akhirnya lhilang ditelan lubang itu.
Lubang hitam raksasa yang dilihat itu berada di pusat galaksi RX J1242-11 yang jaraknya dianggarkan 700 juta tahun cahaya dari bumi. Bintang yang disedut lubang hitam itu pula memiliki ukuran sebesar matahari sistem tata surya kita.
Bintang itu hancur sedikit demi sedikit dan disedot ke dalam lubang itu selama beberapa hari. Pada peringkat awalnya, bintang itu kehilangan gas yang berada di sekelilingnya.
Selepas itu, bintang itu menjadi panas hingga jutaan darajat Celcius dan hilang ditelan lubang hitam. Dalam proses itu, ia melepaskan tenaga yang kuat iaitu setara dengan tenaga yang dihasilkan pada ledakan Supernova.
Ahli astronomi mengesan kedudukan lubang hitam dengan memperhatikan cahaya di sekitar bintang ataupun gas di angkasa. Apabila di suatu tempat itu tidak ditemui cahaya tetapi di sekitarnya terdapat banyak objek angkasa menuju ke satu titik dengan kecepatan tinggi sebelum hilang, maka titik tersebut ditandakan sebagai lubang hitam.
Terdapat banyak lubang hitam di seluruh semesta malah ada teori yang mengatakan di galaksi Bima Sakti ini juga terdapat sebuah lubang hitam. Justru timbul persoalan sama, apakah  matahari dan planet yang mengelilinginya termasuk bumi akan disedut lubang hitam itu?
Ahli astronomi memberikan jawaban, ‘tidak’ karena berbanding galaksi lain, lubang hitam di Bima Sakti dikatakan dalam keadaan tenang disebabkan sedikit saja objek sekitar yang disedotnya.
Misteri yang menyelubungi lubang hitam akan terus menarik minat ahli astronomi sehingga  satu jawaban yang benar diperoleh. Selagi manusia belum mampu menjelajah jauh ke luar angkasa, saat itu pula jawapbn itu gagal diperoleh dan berbagai teori tanpa bukti akan terus dikemukakan bagi ‘menyelesaikan’ misteri alam itu.
Fakta: Lubang Hitam
Dikenal sebagai ‘bintang hitam’ dan ‘singularitas’.
Ditemukan  pada 1783 oleh John Mitchell.
Luasnya melebihi ukuran matahari.
Menyedot apa saja di sekelilingnya termasuk bintang dan cahaya.
Teori sedotan akibat tarikan gravitasi di lubang hitam lebih kuat dari kawasan sekitarnya.
Teori menyatakan ia terjadi  akibat letusan Supernova bintang merah raksasa.

Selasa, 09 Agustus 2011

Jenis Ledakan baru Bintang

detail berita
Ilustrasi (gambar: blogspot)
CALIFORNIA - Ilmuwan umumkan sebuah jenis baru ledakan bintang atau Supernova, setelah meneliti enam ledakan sangat terang dari sebuah bintang tua di luar angkasa.

Ledakan tersebut 10 kali lebih terang dari supernova biasa membentuk awan yang nantinya merupakan cikal bakal galaksi primitif, memungkinkan para ilmuwan untuk meneliti proses terbentuknya sebuah galaksi. Demikian seperti yang dikutip dari redOrbit, Jumat (10/6/2011).

"Kami meneliti sebuah jenis baru supernova yang belum pernah diketahui sebelumnya," ujar Robert Quimby, peneliti dari California Institute of Technology.

"Yang kami ketahui sampai saat ini adalah ukuran ledakannya yang sangat terang dan panas, sekira 10 ribu sampai 20 ribu derajat Kelvin. Penyebarannya pun mencapai 10 ribu kilometer per detik," ungkapnya.

Selain itu Quimby juga mengatakan bahwa ledakan supernova jenis baru tersebut juga memiliki kadar hydrogen yang rendah. Membutuhkan sekira 50 hari agar efek dari ledakan tersebut untuk menghilang.

"Jadi pasti ada faktor yang menyebabkan mengapa ledakan supernova tersebut bisa menjadi sangat besar," kata Quimby.

Sementara itu, ahli astronomi asal Perancis, Francoise Combes, menulis bahwa supernova jenis baru ini sangat menarik, karena cahayanya bersinar 10 kali lebih terang dari pada yang lain.

Quimby memulai penelitian ini pada tahun 2005, ketika ia meneliti sebuah supernova bernama SN 2005ap yang cahayanya 100 miliar kali lebih terang dari matahari, dan dua kali lebih terang dari ledakan supernova biasa.

Penemuan ini pertama kali dipublikasikan pada 8 Juni 2011 di jurnal Nature.
(ATA)

Senin, 08 Agustus 2011

Penemuan Bintang Terdingin

Bagaimana rasanya berada dekat Matahari? Tentu kita akan menjawab, panas, sampai bisa hangus, deh. Tentu saja, karena suhu permukaan Matahari sendiri 6.000 K. Kali ini, justru ditemukan bintang baru yang sangat dingin, hanya 632 K atau sekitar 350 derajat Celsius. Penemuan bintang yang satu ini memang tidak spektakuler seperti menemukan supernova, namun tetap memberikan banyak informasi dan kaitan antara bintang dan planet khususnya planet raksasa (planet gas). Bintang terdingin yang ditemukan ini adalah sebuah bintang katai cokelat atau yang lebih kita kenal sebagai bintang gagal.
Katai Coklat, bintang yang gagal. Kredit gambar : Hallinan et al. NRAO/AUI/NSF
Penemuan ini didapatkan oleh tim astronom dari Prancis dan Canada dengan menggunakan Canada France Hawaii Telescope (CFHT) dan Gemini North Telescope, yang keduanya terletak di Hawaii, serta menggunakan ESO/NTT di Chile. Bintang katai coklat yang diberi nama CFBDS J005910.83-011401.3 (dan akan disebut dengan nama CFBDS0059), memiliki massa hanya sekitar 15 – 30 kali massa Jupiter, planet terbesar di Tata Surya. Bintang CFBDS0059 terletak pada jarak 40 tahun cahaya dari Tata Surya, dan merupakan objek yang terisolasi. Artinya, bintang ini tidak mengorbit bintang lainnya.
Katai cokelat merupakan objek pertengahan antara bintang dan planet raksasa, dengan massa rata-rata kurang dari 70 massa Jupiter. Nah, karena massanya yang kecil ini, temperatur pusatnya juga tidak cukup tinggi untuk bisa mempertahankan reaksi fusi termonuklir dalam jangka waktu yang panjang. Berbeda sekali dengan bintang seperti Matahari, yang justru menghabiskan seluruh waktu hidupnya untuk membakar hidrogen, sehingga dari proses itu, Matahari bisa menjaga temperatur internalnya agar tetap konstan. Katai cokelat justru akan semakin dingin dan dingin sepanjang hidupnya setelah ia terbentuk.
Perbandingan ukuran bintang dan planet. Kredit gambar : Jon Lomberg / Gemini Observatory
Bintang katai cokelat pertama kali dideteksi pada tahun 1995, dan sejak itu objek bintang yang satu ini semakin umum ditemukan, sama seringnya dengan penemuan planet raksasa. Tapi, tetap ada perbedaan di antara keduanya. Sebagai contoh, di atmosfer katai cokelat ditemukan awan debu dan aerosol, juga sejumlah besar metana, sama seperti yang ditemukan di atmosfer Jupiter dan Saturnus. Namun, di antara katai cokelat dan planet raksasa, terdapat dua perbedaan besar. Di atmosfer katai cokelat, air akan selalu berada dalam kondisi gas, sedangkan di planet raksasa, air justru berkondensasi menjadi air es. Perbedaan lainnya, amonia tidak pernah terdeteksi di katai cokelat, sedangkan pada planet gas raksasa, amonia merupakan salah satu komponen utama di atmosfernya.
Pada penemuan CFBDS0059, tampaknya si bintang dingin ini justru lebih mirip planet raksasa dibanding katai cokelat. Mengapa? Karena ternyata di atmosfer CFBDS0059 terdapat amonia, dan juga karena temperaturnya yang rendah.
Sampai saat ini. terdapat dua kelas bintang katai cokelat yang telah diketahui. Yang pertama adalah kelas katai L dengan temperatur 1200-2000°C, memiliki awan debu dan aerosol pada amosfernya. Kelas kedua adalah katai T yang temperaturnya lebih rendah dari 1200 derajat Celcius. Kelas katai T memiliki spektrum yang berbeda karena terjadi pembentukan metana di atmosfernya. Dengan demikian, keberadaan katai cokelat CFBDS0059 yang berbeda dari kedua kelas tersebut akan menjadi prototipe kelas yang baru, yakni katai Y. Kelas katai Y inilah yang akan mengisi gap yang ada di antara planet raksasa dan bintang panas yang temperaturnya kurang dari 100 derajat Celcius.
Gambar katai coklat CFBDS0059 ( titik merah kecil pada gambar) dan grafik spektrum pada panjang gelombang dekat-inframerah. Kurva paling bawah menunjukan keberadaan amonia. Kredit Gambar : A&A
Tidak hanya itu, penemuan bintang katai cokelat paling dingin ini juga memberi implikasi penting dalam dunia extrasolar planet. Karena ternyata, atmosfer bintang CFBDS0059 memiliki kemiripan dengan planet raksasa, sehingga model yang sama bisa digunakan untuk mengetahui kondisi fisik exoplanet. Tapi, pemodelan ini masih harus dibuktikan melalui pengamatan, yang sayangnya akan sangat sulit dilakukan. Pengamatan atmosfer planet extrasolar masih sulit dilakukan karena cahaya exoplanet terlingkupi cahaya bintang induknya yang sangat terang. Hal ini berbeda dengan bintang katai cokelat yang merupakan objek terisolasi, sehingga jauh lebih mudah mengamati katai cokelat. Karena itu, mencari katai cokelat yang temperaturnya mendekati temperatur planet raksasa akan sangat membantu dalam menguji model atmosfer planet extrasolar.
Sumber : A&A press release

Minggu, 07 Agustus 2011

NASA Umumkan Penemuan Planet Alien

NASA Umumkan Penemuan Planet AlienBerita Terbaru, Setelah sebelumnya NASA menemukan sebuah planet alien atau ekstra surya terbaru hasil misi pesawat antariksa Kepler, akhirnya NASA mengumumkan penemuannya pada Rabu (2/2/2011), yang disebut exoplanet karena memiliki orbit bintang daripada matahari. Pengumuman dilakukan dalam sebuah briefing pada pukul 13.00 waktu setempat atau 3 Februari pukul 01.00 WIB. Dalam briefing tersebut hanya membahas mengenai temuan planet ekstra surya terbaru itu.
Pengumuman resmi di situs NASA mengungkapkan, “Data yang di-release akan memperbarui jumlah kandidat planet. Data berdasarkan observasi yang dilakukan antara tanggal 2 Mei – 17 Sepetember 2009.” Pertemuan akan mengikuti jadwal yang telah dirilis hari ini.
Hadir dalam pertemuan itu, pihak yang terkait misi Kepler. Diantaranya Douglas Hudgins dari Kepler Program Sceintist NASA, William Borucki dan Jack Lissauer yang menjadi investigator misi Kepler di Ames Research Center NASA serta Debra Fischer, professor astronomi dari Yale University. Seperti yang dikutip Tribunnews sebelumnya dari CNN, Selasa (11/1/2011), sebuah pesawat ulang-alik NASA berhasil mendeteksi sebuah planet berbatu-batu dan merupakan planet terkecil yang pernah ditemukan di luar sistem tata surya.
Planet yang disebut exoplanet, karena memiliki orbit bintang ketimbang matahari, disebut Kepler-10b. Memiliki ukuran 1,4 ukuran diameter bumi dan berhasil dikonformasi setelah data dikumpulkan selama delapan bulan. Planet bebatuan yang mirip bumi pertama kali ditemukan oleh Kepler.
“Seluruh kemampuan Kepler berhasil dikonvergensi menjadi sebuah bukti yang solida dari planet berbatu yang menggunakan orbit bintang ketimbang mengorbit di sistem tata surya,” demikian dikatakan Natalie Batalha, kepala sains dari dari misi NASA. Ukuran Kepler 10b dan juga komposisi berbatu lebih mirip bintang ketimbang planet bergas yang memiliki air dan sangat jauh dari bentuk bintang. Demikian keterangan disampaikan NASA. Meski demikian, NASA mengatakan jika model planet ini sangat kecil untuk disebut bintang karena ukurannya 20 kali lebih kecil ketimbang Mercury. Bintang Kepler -10b memiliki jarak 560 tahun perjalanan cahaya ke bumi.

Sabtu, 06 Agustus 2011

First Direct Observation of a Planet-Like Object Orbiting Star Similar to Sun

ScienceDaily (Agust. 6, 2011) — An international team of scientists that includes an astronomer from Princeton University has made the first direct observation of a planet-like object orbiting a star similar to the sun.
The finding marks the first discovery made with the world's newest planet-hunting instrument on the Hawaii-based Subaru Telescope and is the first fruit of a novel research collaboration announced by the University in January.
The object, known as GJ 758 B, could be either a large planet or a "failed star," also known as a brown dwarf. The faint companion to the sun-like star GJ 758 is estimated to be 10 to 40 times as massive as Jupiter and is a "near neighbor" in our Milky Way galaxy, hovering a mere 300 trillion miles from Earth.
"It's a groundbreaking find because one of the current goals of astronomy is to directly detect planet-like objects around stars like our sun," said Michael McElwain, a postdoctoral research fellow in Princeton's Department of Astrophysical Sciences who was part of the team that made the discovery. "It is also an important verification that the system -- the telescope and its instruments -- is working well."
Images of the object were taken in May and August during early test runs of the new observation equipment. The team has members from Princeton, the University of Hawaii, the University of Toronto, the Max Planck Institute for Astronomy (MPIA) in Heidelberg, Germany, and the National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ) in Tokyo. The results will be published in the Astrophysical Journal Letters.
"This challenging but beautiful detection of a very low mass companion to a sun-like star reminds us again how little we truly know about the census of gas giant planets and brown dwarfs around nearby stars," said Alan Boss, an astronomer at the Carnegie Institution for Science in Washington, D.C., who was not involved in the research. "Observations like this will enable theorists to begin to make sense of how this hitherto unseen population of bodies was able to form and evolve."
Brown dwarfs are stars that are not massive enough to sustain fusion reactions at their core, so they burn out and cool off as they age.
Aided by new varieties of viewing techniques, scientists started finding extrasolar planets (planets beyond the solar system) in 1992 and have located more than 400 planet-like objects so far. Most, however, have not been directly observed, but inferred from viewing the star around which the planet orbits. GJ 758 B is one of the first planet-like objects to be directly seen. Of the others that have been directly viewed, most have been on larger orbits than the distance between GJ 758 B and its star, or around stars with temperatures far above the average temperature of GJ 758 or our sun.
Scientists were able to spot the object even though it was hidden in the glare of the star it orbits by subtracting out that brighter light. To do this, they used the High Contrast Coronagraphic Imager with Adaptive Optics that has been attached to the Subaru Telescope. Also known as HiCIAO, it is part of a new generation of instruments specially made to detect faint objects near a bright star by masking its far more intense light. They also employed a technique known as angular differential imaging to capture the images.
"It's amazing how quickly this instrument has come online and burst into the forefront," said Marc Kuchner, an exoplanet scientist at the NASA Goddard Space Flight Center in Greenbelt, Md., who was not involved in the work. "I think this is just the beginning of what HiCIAO is going to do for the field." He added that the discovery also emphasizes that this new method of finding exoplanets -- direct detection -- is "really hitting its stride."
The planet-like object is currently at least 29 times as far from its star as the Earth is from the sun, approximately as far as Neptune is from the sun. However, further observations will be required to determine the actual size and shape of its orbit. At a temperature of only 600 F, the object is relatively "cold" for a body of its size. It is the coldest companion to a sun-like star ever recorded in an image.
The fact that such a large planet-like object appears to orbit at this location defies traditional thinking on planet formation. It is thought most larger planets are formed either closer to or farther from stars, but not in the location where GJ 758 is now. Discoveries such as this one could help theorists refine their ideas.
Telescope images also revealed a second companion to the star, which the scientists have called GJ 758 C. More observations, however, are needed to confirm whether it is nearby or just looks that way. "It looks very promising," said Christian Thalmann, one of the team's lead scientists. If it should turn out to be a second companion, he said, that would make both B and C more likely to be young planets rather than old brown dwarfs, since two brown dwarfs in such close proximity would not remain stable for such a long period of time.
Researchers from Princeton and NAOJ announced an agreement on Jan. 15 to collaborate over the next 10 years, using new equipment on the Subaru Telescope to peer into hidden corners of the nearby universe and ferret out secrets from its distant past. This research is a part of that collaboration. The HiCIAO team is led by Professor Motohide Tamura of NAOJ.
The partnership, called the NAOJ-Princeton Astrophysics Collaboration or N-PAC, provides for the exchange of scientific resources and supports a variety of long-term research projects in which the scientists from both Princeton and the Japanese astronomical community will participate on an equal basis. The collaboration builds on a decades-long tradition of scientific collaboration between Japanese and Princeton astronomers in a wide range of astronomical fields.
An important part of that partnership is the search for planets, previously hidden by the glare of stars. Finding these planets is a crucial step in answering the age-old question of the existence of extraterrestrial life.

Jumat, 05 Agustus 2011

Penemuan Matahari Baru

Berita Terbaru, Astronom NASA untuk pertama kalinya menemukan planet yang mirip dengan Matahari. Benarkah ada 2 matahari dalam tata surya kita? Memang bintang itu bersinar berwarna kekuning-kuningan namun tidak seterang matahari dan tidak besar seperti matahari melainkan hanyalah bintang katai merah kecil. Bintang katai itu lebih redup dan lebih dingin. Astronomi mengklarifikasi tentang penemuan planet baru yang mirip dengan matahari itu. Mereka menjelaskan bahwa nama planet baru itu adalah planet Gliese 581. Kehadiran Gliese 581 ini disertai dengan penemuan planet yang mengitari Gliese 581. Planet yang disebut-sebut exoplanet ini memiliki kesamaan hampir mirip dengan bumi hanya ukurannya memiliki besar 2 kali lipat dari bumi. Exoplanet itu memiliki suhu yang cocok bagi makhluk hidup yang berkisar antara 0-40 derajat dan air di planet itu masih berbentuk cairan tidak membeku dan sebagian wilayah masih berbentuk batuan jadi planet ini disinyalir planet layak huni manusia. Penemuan ini akan terus dikembangkan oleh para peneliti. Jika memang bisa dijadikan layak huni manusia, planet itu akan dijadikan tempat ruang angkasa.
Penemuan Matahari Baru
Penemuan baru-baru ini telah ditemukan yang disebut-sebut sebagai matahari tersebut. Penemuan ini dilihat langsung oleh teleskop Herschel milik Badan Luar Angkasa Eropa (ESA) yang baru diluncurkan tanggal 14 mei 2010 kemarin. Teleskop ini mampu menangkap gelombang-gelombang yang tak bisa dilihta oleh teleskop lain. Calon bintang raksasa ini disinyalir memiliki panas yang lebih daripada matahari. Saat ini bintang itu masih berbentuk embrio dan diperkirakan akan tumbuh terus menjadi bintang raksasa yang pernah ada di galaksi Bima Sakti pada ribuan tahun mendatang. Pertumbuhan bintang ini sebagai ilmu untuk penelitian tentang proses terjadinya bintang dengan menggunakan teleskop herschel.
“Ini merupakan bintang besar yang menciptakan elemen berat seperti besi dan elemen-elemen tersebut akan berada di ruang antar bintang. Dan karena bintang-bintang besar mengakhiri hidup mereka dengan ledakan supernova, mereka juga menyuntikkan energi besar ke galaksi,” ungkap ilmuwan teleskop herschel.